Planet-planet
batuan, termasuk Bumi, sejatinya merupakan planet gas raksasa seperti
Jupiter yang gagal terbentuk. Ini berdasarkan teori pembentukan planet
terbaru yang diungkapkan oleh Sergei Nayakshin, astronom University of
Leicester, seperti diberitakan Space.com, Jumat (16/9/2011) yang lalu.
Teori
pembentukan planet yang umumnya dipercaya saat ini adalah akresi inti.
Mulanya, ada piringan gas raksasa di sekitar bintang yang baru lahir.
Partikel debu pada piringan itu bergabung membentuk objek yang lebih
besar disebut planetesimal yang kemudian membentuk struktur yang lebih
besar.
Akibat
proses itu, massa yang terbentuk pun lebih besar. Pada satu massa
tertentu, disebut massa kritis, gravitasi akan menarik massa gas dari
piringan yang terdapat di sekitar gumpalan tersebut. Demikianlah, planet
batuan kemudian terbentuk dari proses yang panjang dan rumit tersebut.
Teori
baru yang diajukan Nayakshin disebut tidal downsizing. Berdasarkan
teori ini, gumpalan gas pada awalnya terbentuk di zona yang jauh dari
tempat planet umumnya ditemukan sejauh ini. Dalam prosesnya, gumpalan
gas mendingin dan menyusut menjadi planet yang masih tergolong massif,
sekitar 10 kali ukuran Jupiter.
Selama
penyusutan berlangsung, partikel debu yang terdapat dalam piringan gas
bergabung menjadi lebih besar dan kemudian "jatuh" ke bagian tengah
gumpalan gas, membentuk padatan yang solid di sana. Di sinilah akhirnya
terbentuk planet batuan primitif dengan pembungkus gumpalan gas di
luarnya.
Peristiwa
selanjutnya, piringan gas membawa planet primitif ini mendekati
bintangnya. Gas pembungkus planet primitif ini kemudian "dimakan" oleh
bintang induknya. Bagian yang "selamat" hanya inti berwujud padat dan
sebagian gas, terselamatkan karena massa jenisnya yang tergolong besar.
Proses
perampasan gas pembungkus inilah yang kemudian membentuk planet Super
Earth atau planet batuan seperti Bumi. Dengan kata lain, Super Earth dan
planet batuan pada dasarnya adalah planet gas yang tak memiliki
kesempatan untuk tumbuh dewasa karena mekanisme di semesta serta
"kejahatan" sang bintang.
Nayakshin
menguraikan teori baru pembentukan planet ini di Monthly Notice jurnal
Royal Astronomical Society yang terbit Agustus lalu. Ia mengakui,
sebagai sebuah teori baru, masih banyak kelemahan yang harus ditutupi
dan masih harus diuji. Ia berharap para ilmuwan berkenan mengkaji lebih
lanjut teori yang dipaparkannya.
Menanggapi
teori Nayakhsin, Aaron Boley dari University of Florida yang melakukan
penelitian tentang pembentukan planet gas raksasa mengatakan bahwa
proses tidal disruption memungkinkan kehidupan berevolusi pada sistem
bintang yang lebih bervariasi. "Ini cara lain alam menciptakan planet,"
kata Boley. Makin banyak planet, makin besar potensi kehidupan.
Nayakhsin
sendiri mengatakan, model akresi inti dan tidal disruption memiliki
langkah-langkah fisik yang sama tetapi proporsinya berbeda. "Dalam hal
ini, model finalnya mungkin adalah gabungan," katanya. Ia juga
menbambahkan bahwa planet batuan yang terbentuk pada proses tidal
disruption mungkin berukuran "nol sampai 10 massa Bumi."
0 komentar:
Posting Komentar