Memang,
hubungan antara masjid ini dengan mantan Presiden pertama Indonesia,
Soekarno, tidak bisa dipisahkan. Di negeri komunis Uni Soviet, nama
Soekarno sangat dikenal. Bukan hanya dianggap sebagai teman dalam Perang
Dingin melawan poros Barat, namun juga sebagai presiden muslim yang
memberikan 'berkah' bagi sebagian muslim di negeri beruang merah ini.
Menurut
Ja'far Nasibullah, suatu hari di tahun 1955, Soekarno berkunjung ke St
Petersburg yang saat itu masih bernama Leningrad. Ia datang dan
menikmati kota indah ini dengan putri kecilnya yang bernama Megawati
Soekarnoputri.
Dari
dalam mobil itu, Soekarno sekilas melihat sebuah bangunan yang unik dan
tidak ada duanya. Sopir diminta memutar haluan untuk melihat bangunan
tersebut. Namun, sang sopir tak menuruti permintaan orang nomor satu RI
itu. Tidak ada perintah untuk memutar apalagi berhenti.
Pada
zaman itu, di bawah pemerintahan komunis nyaris tidak ada kekuasaan dan
kesempatan berdiskusi yang diberikan kepada seorang sopir. Dari
pembicaraan dengan beberapa pihak, Soekarno akhirnya tahu bahwa gedung
itu adalah sebuah masjid yang saat itu dijadikan gudang.
Dalam
suatu pertemuan dengan pejabat setempat, Presiden melontarkan
permintaan agar pada hari berikutnya diatur suatu kunjungan ke masjid
yang dilihatnya. Namun aturan protokoler tidak memungkinkan karena acara
yang disusun sudah sangat padat.
Setelah
dua hari menikmati keindahan kota St Petersburg yang saat itu masih
bernama Leningrad, Soekarno terbang ke Moskow untuk melakukan
pembicaraan tingkat tinggi guna membahas masa depan kerja sama bilateral
dan berbagai posisi kunci dalam Perang Dingin yang terus memuncak.
Dalam bincang-bincang di istana Kremlin itu sempat tersiar kabar suatu pembicaraan yang unik diantara kedua pemimpin bangsa.
''Bagaimana kunjungan ke Leningrad tuan Presiden. Tentu sangat menyenangkan, bukan?,'' tanya pemimpin Rusia.
Diluar dugaan Soekarno memberikan jawaban yang mengagetkan. ''Rasanya saya belum pernah ke Leningrad,'' ujar Soekarno.
''Tuan
Presiden memang pandai bertutur. Ada apa yang salah dengan Leningrad.
Bukannya kemarin dua hari berjalan-jalan dengan sang puteri di sana.''
''Ya. Kami memang berada disana, tapi kami belum kesana.''
''Kenapa begitu?''
''Karena kami tidak pernah diberikan kesempatan untuk mengunjungi bangunan yang disebut masjid biru.''
Kunjungan
Soekarno ke Rusia berjalan lancar dan seolah tidak pernah ada apapun
yang terkait dengan masalah agama ataupun masjid. Soekarno juga tidak
banyak membicarakan lagi tentang masjid yang pernah dilihatnya di kota
terindah di Uni Soviet tersebut.
Meskipun
begitu, diam-diam banyak kalangan muslim memasang kuping atas berbagai
kejadian yang dialami oleh tamu kehormatan dari Indonesia tersebut.
Seminggu
setelah kunjungan usai. Sebuah kabar gembira datang dari pusat
kekuasaan, Kremlin di Moskow. Seorang petinggi pemerintah setempat
mengabarkan bahwa satu-satunya masjid di Leningrad yang telah menjadi
gudang pasca revolusi Bolshevic tersebut bisa dibuka lagi untuk
beribadah umat Islam, tanpa persyaratan apapun. Sang penyampai pesan
juga tidak memberikan alasan secuilpun mengapa itu semua bisa terjadi.
''Umat
Islam di St Petersburg mengenal dengan baik Presiden Soekarno. Kita
sangat berterima kasih kepada almarhum Soekarno. Kami akan ingat
jasa-jasanya,' ujar mufti Ja'far Nasibullah. Tanpa Soekarno, katanya
mungkin masjid indah ini sudah hancur sebagaimana masjid dan gereja
lainnya.
Hingga
kini, masjid yang didirikan pada tahun 1910-1921 itu masih berdiri
megah. Dua menaranya menjulang setinggi 48 meter sedangkan kubahnya yang
dibalut keramik warna biru sangat gagah dengan ketinggian 39 meter.
Tempat ibadah umat Islam yang diarsiteki oleh dua orang nasrani bernama
Vaslilier dan Alexander Von Googen ini memang mirip dengan sebuah masjid
di Samarkand, Asia Tengah.
Meskipun
sempat akan hancur kubahnya pada tahun 1980an, namun berkat kebaikan
hati beberapa pemimpin komunis era Uni Soviet dan pinjaman seseorang
yang beragama Ortodoks, maka renovasi selama 18 tahun telah
mengembalikan kemegahan rumah Allah di bumi utara tersebut.
''Sebagai
muslim, saya harus jujur dan mengucapkan terima kasih bukan hanya
kepada umat Islam yang senantiasa memakmurkan masjid ini. Tetapi juga
kepada pemerintah pada masa komunis, pemerintah sekarang dan juga para
donatur yang berbeda agama. Semoga Allah SWT memberikan balasannya atas
kebaikan mereka,'' ungkap Ja'far.